Negara RI adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera aman, tentram, dan tertib. Dalam usaha mencapai tersebut pemerintah melalui aparaturnya dibidang TUN, diharuskan berperan positif aktif dalam kehidupan mayasarakat. Menyadari sepenuhnya peran positif aktif pemerintah dalam kehidupan masyarakat, maka pemerintah perlu mempersiapkan langkah menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara badan atau pejabat TUN dengan warga masyarakat.
Untuk menyelesaikan sengketa tersebut dari segi hukum perlu dibentuk peradilan TUN, oleh karena pembentukan peradilan TUN sebagai bagian pembangunan hukum nasional yang berwatak dan bersifat integral serta dilaksanakan berkesinambungan sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPR R.I No.II/MPR/1983 tentang GBHN. Dengan demikian peradilan TUN merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditugasi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa dibidang TUN.
Memang Peradilan di bidang TUN merupakan lembaga baru dalam tatanan hukum Indonesia dan pembentukannya memerlukan perencanaan serta persiapan yang sebaik-baiknya sehingga pelaksanaannya perlu dilakukan secara bertahap. Undangn-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986 yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1986, yang berdasarkan ketentuan Penutup pada Bab VII Pasal 145 beserta penjelasannya pada dasarnya mengatur tentang penerapan Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara baru bisa diterapkan 5 (lima) tahun kemudian, oleh karenanya baru pada tanggal 14 Januari 1991 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan TUN.
Namun demikian sebagai langkah awal pada tahun 1990 Pemerintah telah mempersiapkan eksistensi dan beroperasinya Peradilan Tata Usaha Negara dengan dikeluarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1990 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta, Medan dan Ujung Pandang pada tanggal 30 Oktober 1990, yang pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1990 tersebut diatur bahwa “Pengadilan Tinggi TUN Medan Daerah hukumnya meliputi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu dan Lampung.
Sebagai tindak lanjut ketentuan diatas, dikeluarkan Keppres No. 52 Tahun 1990 tanggal 30 Oktober 1990 Tentang Pembentukan PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang, Keppres tersebut pada Pasal 2 ayat (2) mengatur daerah hukum PTUN Medan Meliputi seluruh Kabupaten dan Kotamadya Tingkat II yang terdapat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat dan Riau.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara Medan merupakan salah satu dari 5 (lima) PTUN sebagai perintis lahirnya PTUN di Indonesia bersama-sama dengan PTUN Jakarta, Ujung Pandang, Palembang, dan Surabaya.
Selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN yang menyatakan “ PTUN berkedudukan di Kotamadya atau Ibukota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten” untuk realisasinya perlu tahapan-tahapan dimulai dari satu per provinsi sehingga azas peradilan cepat dan biaya murah dapat diterapkan di Peradilan TUN, sebagai realisasinya dikeluarkannya Keppres. No. 16 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara di Bandung, di Semarang, dan di Padang, tanggal 19 Maret, dilanjutkan dengan Keppres. No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN Banda Aceh, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogyakarta, Mataram dan Dili.
Dengan terbentuknya PTUN yang bersangkutan khususnya PTUN Padang, Banda Aceh, dan Pekanbaru yang masing-masing memiliki wilayah hukum pada Propinsi Sumatera Barat, Daerah Istimewa Aceh, dan Riau maka daerah hukum PTUN Medan praktis hanya meliputi wilayah hukum Propinsi Sumatera Utara.
Dengan demikian maka pada setiap Propinsi di Indonesia telah berdiri Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali Propinsi-propinsi baru yang dibentuk seiring dengan era otonomi daerah dewasa ini, seperti Propinsi Banten, Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kepri), Gorontalo, Maluku Utara, dan seterusnya belum dibentuk Pengadilan Tata Usaha Negara.